Jl. Sisingamangaraja, RT.2/RW.1, Selong, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

Awas, Segala Gerak Gerik Kita Sedang Diawasi…

Perkembangan teknologi yang semakin pesat perlahan mengubah berbagai pola kehidupan masyarakat. Di berbagai sudut ruang publik misalnya, pengawasan melalui kamera semakin lazim terjadi. Di perkantoran saja, semakin banyak atasan yang memercayakan pengawasan kinerja anak buah dengan bantuan CCTV. Di pusat perbelanjaan kamera pengawas tentu sudah lebih dulu digunakan sebagai bagian dari alat bantu keamanan. Semakin ke sini, menyusul di daerah-daerah perumahan baik kawasan elit maupun di gang-gang sempit. Tak hanya itu, pemasangan kamera pengawas CCTV semakin lumrah di berbagai masjid.

Bila jaminan keamanan adalah sebuah kebutuhan, tidak salah menjadikan kamera pengawas sebagai alat bantu. Mungkin bagi sebagian orang, pengawasan CCTV membuat mereka urung melaksanakan niat jahat. Atau dalam lingkup pekerjaan bisa saja dengan adanya CCTV karyawan merasa tindak tanduknya diawasi, yang meminimalisir mereka dari kegiatan yang melenceng dari amanah profesi. Tapi manusia mana sih yang tidak merasa rikuh jika mengetahui bahwa dirinya diawasi. Secara refleks, bahkan untuk sekedar membuka pesan di ponsel saja sering kita lebih dulu menoleh kanan kiri. Seolah membuktikan bahwa kita selalu merasa khawatir dengan adanya pengawasan.

Kemudian saya teringat masa kecil dulu, ketika menjelang lebaran banyak sekali koran-koran yang memasang peta mudik sebagai bonus. Di berbagai toko dan pusat perbelanjaan juga demikian. Peta mudik menjadi layaknya kalender yang menjadi souvenir wajib jelang pergantian tahun. Jelas saja, zaman itu semua masih serba analog. Petunjuk arah masih berupa peta cetak. Mungkin di zaman itu, satelit penunjuk arah yang kita temui di ponsel kita kini hanya dapat dijumpai di berbagai cerita fiksi. Maka kala Ramadan tiba, peta mudik adalah pegangan wajib para perantau yang berniat melakukan perjalanan kembali ke kampung halaman.

Waktu berlalu masa berganti, peta mudik dan mungkin peta cetak lain kini lambat laun tergerus zaman. Manusia dewasa ini jelas sudah semakin dikelilingi kemudahan. Ponsel sudah berevolusi tidak hanya sebagai alat komunikasi, tapi juga berlaku sebagai penunjuk arah digital. Selama batang sinyal terpancar, di sana kita tak perlu khawatir tersasar. Tak hanya serupa peta model lama, layar ponsel kita bahkan bisa langsung menampakkan situasi lalu lintas secara nyata di waktu yang sama.

Segala kecanggihan peta digital di ponsel kita hanya dapat dilakukan dengan visualisasi melalui angkasa. Teori sederhananya, dari atas semua pasti tampak lebih jelas. Entah melalui drone atau satelit yang mengambil gambar, yang jelas sudah rumusan dasarnya bahwa pengambilan gambar secara utuh pasti dilakukan dari langit sana. Belum lagi, dengan teknologi yang sama kita kini dapat dengan mudahnya berbagi lokasi. Sadarkah secara tidak langsung kita sudah menyadari bahwa keberadaan kita sesungguhnya tidak akan pernah menjadi rahasia? Selama masih di atas bumi, keberadaan kita melalui kamera satelit akan terdeteksi. Iya, sejatinya kita harusnya percaya bahwa kita sedang diawasi.

Lantas apa yang membuat kita sebagai manusia merasa aman dari pengawasan-Nya? Bukankah jauh lebih tinggi Singgasana-Nya dari kamera satelit yang posisinya berada sebatas orbit. Dan bukankah aneh jika kita khawatir rekaman CCTV memutar perilaku tidak patut kita, tanpa teringat peringatan bahwa rekaman kehidupan kita akan diputar di akhirat sana. Dari sini kita bisa belajar bahwa iman manusia seringkali terbatas pada penglihatan. Kepercayaan timbul dari apa yang dirasa oleh indera. Pengawasan CCTV seringkali jauh lebih menakutkan daripada pencatat amal perbuatan. Maka tak heran jika kini di berbagai masjid, peringatan itu justru sering berbunyi “Kawasan Ini Dalam Pemantauan Kamera CCTV”. Padahal sebagai orang beriman, tentu cukuplah kalimat “Allah Maha Mengawasi Segala Sesuatu” sebagai peringatan. Maka tak heran bahwa tingkatan tertinggi dari seorang hamba adalah ihsan, di mana ia selalu merasa seolah melihat Allah dan membayangkan bahwa Allah selalu menyaksikan perbuatannya.

 

================

Penulis: Mas Tiin (An Amateur Socio-Observer) Depok, Maret 2021

Editor: Nafilatul Falah (Yahfazhka)

Tim Jurnalistik – Humas YISC Al Azhar 2020–2021

 

Yuk, bagi teman-teman civitas YISC atau umum yang ingin berdakwah lewat tulisan, jangan sungkan untuk mengirim tulisan ya!

Untuk panduan penulisan bisa klik di sini

CP untuk bertanya lebih lanjut: 08999391960 (WA Chat Only)