Jl. Sisingamangaraja, RT.2/RW.1, Selong, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

BEYE (Berita YISC) HIKMAH : Senioritas dan Junioritas di Masa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam

Penulis : Khairunnisa (Daffa)
Editor : A. Rahmadita (Al Hijrah)

Belum lama pasukan Mu’tah kembali tiba di Madinah. Terkait kemenangan di sana, perang yang jadi kecemerlangan dalam bentangan sejarah Islam di masa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam itu masih menjadi pembicaraan. Tak lama saat pasukan itu beristirahat, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam kembali mengirim satuan pasukannya. Saat itu ke Dzatus Salasil di bawah komando Amr bin Ash. Tujuan utamanya untuk memberikan ‘pelajaran’ kepada Qudha’ah atas keterlibatan mereka menjadi sekutu Romawi dalam perang Mu’tah untuk menyerang Madinah.

Bersama 300 orang prajuritnya, Amr bin Ash kasak kusuk masuk ke perkampungan musuh. Namun saat melihat pasukan musuh, ternyata jumlah mereka jauh lebih banyak. Amr pun memohon bantuan tambahan pasukan kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam.

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam mengirim pasukan yang diminta Amr, mengutus 80 orang kaum Muhajirin dan Anshar. Barisan tersebut terdiri dari sahabat senior, Abu Bakar Ash Siddiq, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah.

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam menunjuk Abu Ubaidah menjadi pemimpin pasukan. Sebelum berangkat, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam berpesan, “Jika tiba di tempat teman – teman kalian, janganlah berselisih!”

Ketika pasukan tambahan itu tiba di hadapan Amr bin Ash, Amr berkata “aku lah pemimpin kalian. Aku telah mengirim utusan kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam, tak lain agar beliau mengirimkan kalian sebagai bala bantuan”.

Kemudian beberapa Muhajirin segera menyanggah, “tidak, kamu memimpin pasukanmu dan Abu Ubaidah memimpin pasukan Muhajirin”.

Amr menyanggah, “kalian adalah bala bantuan yang aku minta”.

Melihat tanda perselisihan, Abu Ubaidah berkata, “ketahuilah Amr, Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam berpesan kepada kami, ‘jika tiba di tempat teman – teman kalian, janganlah berselisih!”. Meskipun engkau membantah, aku akan tetap mematuhimu”.

Lalu kepemimpinanpun diserahkan sepenuhnya kepada Amr bin Ash.

Dalam Manhaj Haroki, Munir Muhammad Ghadhbban menyebut peristiwa ini bukan sekedar pertempuran, tetapi lebih merupakan madrasah Tarbawiyah (lembaga pendidikan) bagi para sahabat, utamanya dalam menyikapi kepemimpinan. Hanya kebesaran hati yang bisa menjelaskan sikap sahabat senior saat itu.

Sungguh di luar kebiasaan dan sulit dijelaskan, bagaimana mungkin para tokoh yang sudah berjuang dalam dakwah hampir 20 tahun, bersedia dipimpin oleh seorang laki-laki yang baru tiga bulan memeluk Islam. Amr bin Ash memeluk Islam pasca perjanjian Hudaibiyah, yang belum lama memeluk islam. Sedangkan Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah bin Jarrah adalah sahabat senior yang jauh lebih dulu masuk Islam, sebelum hijrah ke Madinah.

Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam tentu punya alasan kuat mengapa beliau memilih Amr bin Ash sebagai pemimpin pasukan. Ibu Amr bin Ash dan sanak familinya berasal dari Baliy, yang termasuk wilayah Qudha’ah. Kondisi seperti ini, senioritas tidak dijadikan keutamaan.

Peristiwa ini bukan yang pertama, junior didahulukan daripada senior. Pada perang Mu’tah, setelah Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah gugur, pasukan kaum muslimin dipimpin Khalid bin Walid. Tokoh terkenal ini Khalid, masuk Islam bersama Amr bin Ash setelah perjanjian Hudaibiyah pada Shafar 8 Hijriah. Sedangkan perang Mu’tah terjadi di Jumadil Ula 8 Hijriah juga, yang berarti belum genap tiga bulan beliau masuk Islam bukan?

Tak terlalu penting soal kemenangan itu. Paling penting untuk direnungi adalah kemampuan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam melaksanakan quantum tarbiyah (lompatan pendidikan). Dalam kurun waktu tak lebih dari tiga bulan, beliau mampu mengidentifikasi dan mengasah kader tangguh, sehingga mampu memimpin pasukan perang yang di dalamnya terdapat pasukan sahabat senior.

Teringat akan sebuah pesan Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam,

“Kalian akan mendapatkan manusia bagaikan barang tambang. Mereka yang pernah menjadi orang-orang yang terbaik pada masa jahiliah akan menjadi orang-orang yang terbaik pula pada masa Islam jika mereka memahaminya (ajaran Islam)
(H.R. Muslim)”.

Menjadi pelajaran bersama, kita berharap agar butir mutiara yang selama ini terpendam, bisa diangkat dan berkilau menjadi perhiasan bagi sekitar. Butiran mutiara seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash adalah mutiara di masa jahiliyah yang diasah oleh Rasulullah Shalallahu’alaihi Wassalam menjadi pemimpin.

Sumber : Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam

Comments (1)

Semoga generasi islam tau dan bisa bersstu utk memprjuangkan akidah. Dan menjaga NKRI sebagai hrga mati👍

Leave a comment