Jl. Sisingamangaraja, RT.2/RW.1, Selong, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

BeYe (Berita YISC) Muslim Abroad : Mendapat 'Tempat' di Negeri Inggris

Penulis  : Virly Churianti (Daffa)

Editor    : Cut Hani Bustanova (Daffa)

 

Menjadi muslim di negara Inggris memberi pengalaman tersendiri. Walaupun belum genap satu tahun, ada beberapa cerita yang dapat saya bagi. Cerita murni berdasarkan pengalaman, sehingga kemungkinan ada beberapa perbedaan yang dialami oleh muslim lainnya.

                Perbedaan pertama terkait perbedaan waktu sholat. Indonesia hanya memiliki dua musim dan hampir tidak ada perbedaan waktu sholat yang signifikan di sepanjang tahun. Sebaliknya di Inggris, saat winter (musim dingin), waktu siang menjadi sangat singkat dan malam hari menjadi sangat lama, sehingga waktu fajar bisa jatuh pada pukul tujuh pagi dan waktu maghrib jatuh pada pukul empat sore. Pada saat summer (musim panas), bulan Juni sampai dengan Juli, malam terasa begitu singkat. Bulan Ramadhan tahun ini jatuh pada bulan Juni, sehingga waktu fajar sekitar pukul dua dini hari dan waktu maghrib sekitar pukul sembilan malam. Hal ini menyebabkan muslim di Inggris berpuasa selama sekitar sembilan belas jam.

Perbedaan kedua, terkait perbedaan budaya. Warga Inggris sangat menjunjung tinggi privasi. Mengumandangkan adzan, dianggap menganggu privasi sehingga tidak ada suara adzan. Waktu sholat bergantung pada papan pengumuman yang ditempel di masjid atau musholla. Saya pribadi mengandalkan aplikasi di telepon genggam untuk mengetahui waktu sholat. Sementara pada saat masuk waktu sholat, adzan hanya dikumandangkan di dalam ruangan, masjid atau musholla, tanpa pengeras suara. Sehingga yang mendengar hanya jamaah yang ada di dalam ruangan tersebut.

                Terkait ketersediaan makanan halal, Alhamdulillah cukup kondusif. Supermarket besar seperti Tesco, Asda, dan Sainsburry (sejenis Carrefour dan Giant) menyediakan tempat khusus untuk makanan halal. Di kota Leicester, tempat saya tinggal, terdapat cukup banyak muslim. Jadi banyak restoran-restoran yang menyediakan makanan halal. Sebut saja Konak. Restoran yang menjual makanan khas Turki ini selalu dipadati banyak pengunjung baik muslim maupun non-muslim. Restoran makanan siap saji pun ada yang telah memperoleh sertifikat halal, seperti Maryland Chicken (sejenis restoran siap saji). Selain itu, di sekitar jalan banyak penduduk sekitar yang menjual daging halal.

                Pemerintah Indonesia mewajibkan pengelola gedung untuk menyediakan tempat sholat. Sehingga sholat tidak hanya dapat dilakukan di masjid, tetapi juga di kantor atau pusat perbelanjaan. Berbeda dengan di Inggris, tempat beribadah hanya di masjid. Ini merupakan salah satu tantangan terbesar bagi saya, karena tempat beribadah yang terbatas. Jadi jika saya ingin bepergian, harus sudah mempertimbangkan tempat untuk sholat. Misalnya, di kota tempat saya tinggal, hanya ada tiga masjid, salah satunya Masjid Umar yang merupakan masjid terbesar di Leicester. Sebagai perbandingan, terdapat kurang lebih dua puluh gereja di kota ini. Sebagai pelajar, biasanya saya sholat di musholla yang disediakan pihak universitas. Musholla yang disediakan cukup nyaman. Tak hanya itu, adapula perkumpulan mahasiswa muslim yang mengadakan kajian seperti tajwid. Universitas pun sangat menghargai muslim. Sebagai contoh, ketika jadwal ujian telah tersedia, mereka mengirim e-mail kepada mahasiswa muslim, agar mengisi formulir jika jadwal ujian bersamaan dengan jadwal sholat. Maka mahasiswa dapat menyesuaikan jadwal ujiannya.

                Karena jumlah penduduk muslim Indonesia di Inggris cukup banyak, terdapat sebuah perkumpulan bernama KIBAR (Keluarga Islam Indonesia di Britania Raya). KIBAR didirikan pada tahun 1988. Acara gathering KIBAR biasanya dilakukan setahun dua kali pada bulan Mei dan November di kota yang berbeda-beda. November 2015 lalu, KIBAR diisi oleh Ustad Salim A. Fillah.

                Saya merasa negara ini cukup menerima Islam. Masyarakatnya ramah dan sejauh ini saya tidak merasakan diskriminasi. Tetapi saat kota Paris di bom, kemudian pihak media seolah-olah memojokkan Islam, saya sering mendapati tatapan-tatapan ‘curi-curi’ pandang dari penduduk sekitar. Meski demikian, hal ini hanya berlangsung beberapa hari. Secara umum, sebagai seorang muslim, saya merasa mendapat tempat di negeri ini.

 

Leicester, 24 Februari 2016

Leave a comment