Jl. Sisingamangaraja, RT.2/RW.1, Selong, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

BeYe Hikmah : Ramadhan Yang Ku Rindukan

Penulis : Yuliee (Al Abrar)
Editor : Fitri Al Tigris (Al Ghazi)

Bulan suci Ramadhan, adalah bulan yang sangat dinanti-nanti oleh kaum muslimin. Dimana sedekah menjadi prioritas, dimana perjuangan teruji keikhlasan, dimana ukhuwah teruji keyakinan. Maka lihatlah niatmu, adakah tulus hatimu akan kerinduan bulan suci ini? Atau hanya menanti Idul Fitri dengan pakaian baru, dan makanan berlimpah terhidang di atas meja. Entah masih ingatkah amal, atas puasa yang dikerjakan, setelah perginya bulan itu? Kurasa hatinya akan kembali hampa, jiwanya akan kembali gersang. Jika tak benar-benar memaknai apa arti bulan suci Ramadhan.

Dimas masih khusyuk selepas shalatnya. Tangannya menengadah ke atas. Air matanya berlinang teringat akan dosa yang sering dilakukan. Matanya menatap tajam lurus kearah mihrab, bibirnya senantiasa bertasbih. Seakan ia benar-benar sedang berdiskusi dengan Rabbnya. Sementara Aufar, yang sejak tadi menunggu, mengisi waktunya dengan membaca Al-Qur’an.

Bulan puasa menjadikan Dimas manusia yang lebih baik. Entah sejak kapan pria itu rajin ke Masjid, biasanya jika diajak shalat Dzuhur ia selalu menunda-nunda, terkadang jika tiba hari Minggu pergi ke YISC saja ia harus dibujuk dulu, dengan segenap kemampuan. Namun semenjak Ramadhan pria itu lebih sering menghabiskan waktu di Masjid Agung Al- Azhar.

Usai shalat dan dzikir, pria itu berjalan kebelakang menghampiri Aufar yang tertidur menyender pada dinding masjid dengan memegang Qur’an ditangannya. Ditepuknya pundak Aufar, pria itu masih belum merespon. Diambilnya Al-Qur’an ditangan Aufar, dan diletakkannya pada rak. Seketika pria itu terbangun dan berdiri mengejar Dimas yang berjalan keluar.

“Dim… Dimas. Tunggu sebentar ada yang ingin kusampaikan!” Teriaknya memanggil Dimas.

Dimas yang tak mendengar, masih berjalan lurus menuju selasar samping Masjid. Namun tiba-tiba seorang pria dengan jaket hitam bertubuh tinggi menghampiri Dimas. Pria itu dengan kasar menarik tangan Dimas menjauh dari Masjid. Aufar yang kaget melihatnya segera berlari menyusul Dimas.

“Arga lepaskan!” Ucap Dimas, menarik tangannya.

Pria itu semakin kuat mencengkram tangan Dimas.

“Hei… Arga, lepaskan tanganku!” Teriaknya, menahan emosi.

Aufar yang melihatnya dari kejauhan, segera melepaskan cengkraman pria itu dari tangan Dimas.

“Hai kau. Kurasa kau tak puasa, mana mungkin orang berpuasa melakukan kejahatan seperti itu. Jika kau ingin berkelahi, tunggulah dia berbuka. Tengah terik begini mau mengajak orang berkelahi, apakah kau manusia?” Ucap Aufar emosi.

“Diam kau. Jangan ikut campur dengan urusanku, kalau tidak….”

Belum sempat lelaki itu meneruskan kata-katanya. Aufar langsung memotongnya.

“Kalau tidak, apa? Kau mau menghajar kami. Hei jangan sok hebat kau disini. Tak pantas kau berkata seperti itu. Jika kau menghajar kami disini, kupastikan orang–orang disini akan menyerahkanmu ke kantor Polisi, karena telah membuat keributan. Mengerti!”

“Aufar kendalikan amarahmu. Jika tidak percuma puasa kita, akan sia-sia saja. Jadi biarku selesaikan baik-baik masalah ini. Kau sekarang bisa pergi.”

“Tapi Dim…”

“Tidak Aufar. Ini masalahku, biar kuselesaikan. InsyaAllah aku akan baik-baik saja. Percayalah aku bisa mengendalikan diriku.”

“Baiklah aku percaya padamu. Aku akan mengawasimu dari sana, jadi jangan berkelahi. Mengerti!”

Dimas hanya menganggukkan kepalanya.

Sementara pria yang berdiri dihadapannya, memasang wajah tak suka. Tangannya mengepal seakan ingin memberikan tinjuan ke wajah Dimas.

“Munafik kau Dim. Dulu kau bilang, kau menyukai adikku, kau meminta izin padaku untuk menjadi pacarnya. Tapi sekarang kau malah menjauh. Kau pikir kau siapa! Bisa-bisanya kau mempermainkan adikku seperti itu.”

“Maaf Ga dulu aku bukan orang yang baik, aku orang bodoh dan berdosa. Semenjak aku di sini, belajar kembali tentang agama, aku baru sadar, bahwa pacaran dalam Islam tidak dibolehkan bahkan dilarang. Aku menyesal pernah berkata akan mencintai adikmu. Padahal cinta yang sesungguhnya adalah kepada Rabb kita, cinta yang berlandaskan karena Allah yaitu setelah cinta setelah akad. Cinta yang kuberikan pada adikmu adalah cinta palsu, cinta karena nafsu. Jadi kuputuskan Reina demi kebaikannya. Aku ingin Hijrah Ga menjadi manusia yang lebih baik, terutama dimata Rabbku.”

“Sok Suci kamu!”

“Ga, kita tidak bisa seperti dulu lagi. Aku tak ingin salah melangkah, aku berharap kamu juga segera Hijrah. Entah kapan Allah akan memanggil kita, jika kita tak segera berubah. Aku berharap kamu mengikuti langkahku.”

“Cara bicaramu seperti kau paling benar saja Dim. Cukup disini persahabatan kita. Aku tak punya teman lemah, dan pengkhianat sepertimu. Ingat jangan pernah kau temui Reina lagi, bahkan untuk menghubunginya.”

“Baiklah. Sampaikan pada Reina semoga ia juga hijrah, dan menemukan pria yang lebih baik dariku. Bukan untuk menjadikannya pacar, tapi menjadikannya istri.”

Pria itu langsung berjalan tanpa menghiraukan ucapan Dimas yang berbicara kepadanya. Sementara Aufar sejak tadi mengawasi Dimas dengan jantung berdebar. Takut akan emosi yang ditimbulkan oleh Dimas. Dimas kemudian berjalan kearah Aufar.

“Kau lihat, emosiku sudah tak seperti dulu lagi. Kau tenang saja, kali ini aku benar-benar bisa menahan emosiku, jika tidak percuma saja dengan puasaku hari ini.” Ucapnya tersenyum.

“Ya, aku percaya padamu. Sepertinya Dimas kita sudah berubah.” Ucap Aufar.

“Oh harus.” Ucapnya merangkul pundak Aufar.

“Tunggu kita mau kemana?” Tanya Aufar.

“Kau lupa? Bukankah kita mau berkumpul dengan teman-teman yang lain. Kita akan membagi-bagikan makanan berbuka, untuk orang yang membutuhkan.”

“Sepertinya aku baru tau.” Ucap Aufar.

“Maaf aku telat memberitahumu, karena ini rencanaku dan aku sengaja mengajak beberapa orang saja.”

“Sejak kapan seorang Dimas menjadi peduli seperti ini?” Ucapnya heran.

“Aku ingin mengisi bulan suci Ramadhan ini dengan kegiatan positif, bukankan dibulan Ramadhan ini banyak orang berlomba-lomba mengumpulkan pahala. Akupun tak ingin kalah, semoga dengan begini Allah memaafkan atas kesalahan dan dosa yang sering kulakukan dimasa lalu. Aku tak ingin seperti dulu lagi Far, aku benar-benar ingin berubah.”

“Alhamdulillah. Aku percaya kau pasti bisa Dim. Percayalah Allah maha pengampun, apalagi dibulan suci Ramadhan ini. Kau pernah dengar HR. At Tirmidzi “Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” jadi percayalah bahwa Allah Maha pengampun dan lagi Maha penyayang.”

Dimas hanya bisa tersenyum bahagia. Bahkan kini pria itu bisa berdiri dan berjalan dengan kepala tegak. Tidak seperti dulu dengan wajah malu akan dosa yang sering ia perbuat. Dan berharap Ramadhan tahun depan ia akan menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari pada Ramadhan tahun ini.

“Kurasa aku akan merindukan Ramadhan seperti ini.” Ucapnya dalam hati.

***

Comments (2)

Subhanallah ka yuli
Request yah boleh dilanjut lgi gk nih mungkin rada kurang x yah. utk part’
Sprti kesannya sprti bersambung ending’a.

Ini sdh bagus sih tpi lebih bagus di tambahin lgi critanya.

khatur nuhun

suka uni sama tulisannya 🙂
keep istiqomah,,, 😉

Leave a comment