Jl. Sisingamangaraja, RT.2/RW.1, Selong, Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12110

BeYe YISC EXPERIENCE : Sahabat

Penulis : Resti Setya Novita (Abidzar)
Editor : Siti Saibah Alfatimiyah (Rabbani)

Ketika aku hilang arah, kau genggam tangan untuk bersama melangkah. Ketika aku lelah, kau datang menguatkan untuk tidak menyerah. Ketika aku mulai berubah, kau tak pernah marah, kau hanya mengingatkan akan kenangan persahabatan kita yang indah. Semoga kelak kita bersama berada di Surga-Nya.

Setahun kisah telah aku jalani. Sedih, kecewa dan senang, semua sudah dirasakan. Tepat 9 November 2015, aku memulai semuanya. Memutuskan untuk meninggalkan semua yang pernah aku lakukan sebelumnya, menjadikan diriku yang baru. Cerita ini takkan mungkin ada tanpa kehadiran sosok pemeran utama di dalamnya, yang menjadikan pelajaran untuk kehidupanku selanjutnya.

Ketika berhijrah dianggap salah, ketika berkeinginan menjadi baik dihujat, semuanya hanya bisa diterima dengan lapang dada namun ada kalanya air mata menetes. Saat itu, semua yang dijalani tak ada yang mendukung, semuanya seakan pergi, yang dapat dilakukan hanya tersenyum. Aku mampu menghadapi semuanya karena ini kemauanku yang merupakan keputusanku. Hidayah itu dijemput bukan ditunggu dan aku menjemput hidayah dengan mengikhlaskan seseorang yang pernah berarti dalam hidup. Aku bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memberikan hidayah dengan begitu indah. Aku memang kehilangan mereka tetapi Allah Subhanahu Wa Ta’ala menggantikan semuanya dengan rahmat-Nya yang luar biasa dan aku merasakan semua itu dalam perjalanan berhijrah.

Aku masih memerlukan mempelajari agama lebih banyak lagi, semua kajian aku ikuti, termasuk kajian yang hanya dihadiri oleh ibu-ibu. Aku selalu diajak ibuku mengikuti dan menghadiri pengajian di lingkungan rumah. Saat itu, hanya itu yang dapat aku lakukan.

resty-1

Kemudian hari, aku melihat sebuah postingan teman media sosial, beliau mengunggah sesuatu yang berhubungan dengan keagamaan, namanya YISC Al Azhar dan disaat yang sama aku pun melihatnya dan membuat penasaran. Aku yang saat itu malu untuk bertanya padanya, hanya bisa diam saja. Tetapi aku menyimpan postingannya, kalian harus mengetahui bahwa yang memposting itu adalah seorang ikhwan sehingga aku tak berani untuk bertanya padanya. Akhirnya, aku pun memulainya dengan mencari informasi itu sendiri. Aku mencari informasi itu dengan cara membuka salah satu web yang telah tercantum dalam postingan yang terdapat nomor telepon yang dapat dihubungi secara langsung karena pendaftaran belum dibuka. Aku memulainya dengan mencari tahu tentang YISC Al Azhar terlebih dulu. Semua sosial medianya, aku ikuti sampai pemberitahuan postingan terbarunya. Aku aktifkan agar aku tak ketinggalan informasi.

Aku menceritakan postingan tersebut kepada teman dekatku, satu-satunya orang yang masih bertahan di sampingku bahkan dia mendukungku. Dia bernama Helmia Roro Amiati Norma dan aku memanggilnya Mineh, panggilan kesayanganku. Saat itu juga, dia bersemangat mendaftar YISC Al Azhar bersamaku.

Pada saat pemberitahuan tentang pendaftaran baru, aku dan dia menghubungi nomor tersebut untuk bertanya. Kakak admin memberikan informasi yang membuat kami semakin tertarik untuk mendaftar YISC Al Azhar. Aku dan teman membuka ‘website’ untuk mendaftar tetapi tahapan-tahapan pendaftarannya membuat kami sedikit bingung sehingga aku harus kembali bertanya. Kami bertanya, “Apakah boleh mendaftar secara langsung di tempat atau tidak?”. Kakak admin menjawab,”Boleh mendaftar secara langsung”.

Saat jam kuliah usai, kami berniat mengunjungi tempat pendaftaran YISC Al Azhar untuk mendaftar secara langsung. Aku dan teman datang ke sana, tepatnya di Masjid Agung Al Azhar, Jalan Sisingamangraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Kami menaiki ‘busway’ dan sampai jam 13.00 siang. Aku memutuskan salat dzuhur terlebih dahulu dan temanku sedang berhalangan sehingga aku salat sendiri. Pertama kalinya aku menginjakan kakiku di Masjid Agung Al Azhar, salat berjamaah bersama dengan anak-anak SMP Al Azhar. Ada yang mengganjal di hatiku, perasaan nyaman menyeru di rongga dada saat berada di sana dan aku jatuh hati pada masjidnya.

Setelah menunaikan salat dzuhur, kami mencari tempat pendaftaran tetapi tempat pendaftaran hanya buka pada ahad sehingga kami harus kembali pulang. Alhamdulillah, kakak admin bersedia membantu kami untuk mendaftar melalui ‘website’. Akhirnya, kami resmi terdaftar menjadi peserta YISC Al Azhar.

Selanjutnya, aku dimasukkan ke dalam grup whatsapp yang bernama PPAB dan aku terdaftar sebagai kelompok 4 sedangkan Mineh terdaftar sebagai kelompok 19. Aku dan dia terpisah kelompok. Kami membaur dan mencari teman baru. Di dalam grup terdapat dua pemandu yang memberikan informasi dan mengatur grup. Kami saling berkenalan walaupun belum bisa saling bertatap muka tetapi keakraban bisa terjalin dengan baik. Aku merasakan seperti mempunyai keluarga baru. Kami saling mengingatkan dalam kebaikan sehingga membuatku lebih bersemangat memperbaiki diri.

resty-2

Saat Ramadhan, grupku mengadakan pertemuan sebelum hari maperaba. Kami membuat jadwal pertemuan saat acara buka puasa bersama di Masjid Agung Al Azhar. Aku bersemangat mengajak Mineh ke acara tersebut dan dia menyetujuinya. Kedua kalinya, kami menginjakan kaki di sana dan pertama kali aku bertemu dengan salah satu kakak pemandu yang selalu memberikan informasi tentang YISC Al Azhar di dalam grup. Kakak pemandu cantik yang selalu sabar menjawab pertanyaan yang selalu ditanyakan di dalam grup namanya Rahma Riski usianya pun tak terpaut jauh dengan aku tetapi tetap saja dia lebih tua dan aku memanggilnya dengan sebutan Kak Rahma dan kami saling bercerita. Sebelum maperaba tiba, di grup whatsapp sudah ramai dengan ‘dress code’ yang akan kami kenakan bahkan kakak pemandu cantik tak berhenti mengingatkan.
Hari yang ditunggu tiba, pagi yang nampak begitu biasa, sama saja seperti pagi kemarin-kemarin. Sebelum aku berangkat menuju tempat maperaba, aku berdiri di depan cermin untuk memperhatikan penampilan. Matahari dari ufuk timur menusuk sinarnya di antara celah tirai putih jendela kamar yang bergerak terbelai angin, hanya suara ketenangan dan kicauan burung-burung saat terik fajar yang menghangatkan kesunyian pagi.
‘Dress code’ yang telah disepakati sebelumnya harus diganti dengan ‘dress code’ yang menonjolkan hiasan bunga. Aku memakai jilbab panjang yang menutupi dada dan menggerai sepanjang belakang bahu. Sejenak aku memandangi cermin, betapa aku bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memberikan aku tubuh sempurna ini, senyum terpantul di bibir merah muda membias rona di wajah.
“Kak, sudah ditunggu ayah di bawah.” Aku menoleh, di sana berdiri adik perempuanku. Aku membawa tas dan sepatu yang sudah disiapkan semalam. Aku menarik nafas panjang sebelum melangkah keluar kamar.
Ayah mengantarkan aku ke tempat maperaba dengan menggunakan motor dan aku sampai di tempat maperaba meski harus sedikit telat karena kami nyasar terlebih dulu dan memang ayah belum mengetahui Wilayah Jakarta Selatan. Setelah pamit dan mencium punggung tangan ayah, aku pun berlari menuju tempat maperaba. Di sana sudah tampak ramai, sebelum memasuki aula tempat maperaba berlangsung, aku harus melakukan registrasi terlebih dahulu dan saat itu juga aku mendapatkan sebuah buku dan pin yang bertuliskan namaku sebagai ‘name tag’ saat acara berlangsung.
Aku memasuki ruang aula, di sana sudah terdapat banyak peserta. Terdapat juga kakak-kakak pemandu yang menunggu peserta yang belum datang dengan grup mereka masing-masing. Saat itu, Kak Rahma menghampiri dan memperkenalkan Kak Gatot yang menjadi pendampingnya di grup, kakak pemandu yang gokil yang pada saat mengetik whatsapp selalu saja kurang huruf alias typo. Pertama kalinya juga, aku dan semua teman grup saling bertatap muka dan saling mengenal satu sama lain. Tak hanya saling bertatap muka dan saling mengenal, aku dan lainnya harus mengikuti sebuah ‘games’ yang membutuhkan kerja sama dan komunikasi yang baik. Acara maperaba berjalan dengan lancar. Banyak hal yang tak terduga yang aku dapatkan. Keakraban membuat kami seperti memiliki keluarga.

Minggu kedua setelah maperaba, kami harus mengikuti ‘pretest’ yang dinamakan test BSQ dan SII, test membaca Al qur’an dan test pengetahuan agama. Semuanya diikuti dengan lancar kemudian kami menunggu hasil. Setelah selesai melakukan pretest, aku dan kelompok maperaba mengadakan pertemuan kedua agar semakin akrab. Hari itu kakak pemandu mengajak kami untuk berkumpul walau hanya sekedar minum es kelapa bersama tetapi aku tak bisa karena ada acara lain yang tak dapat aku tinggalkan.

Minggu ketiga setelah melakukan ‘prestest’, hasilnya diumumkan. Semua peserta berkumpul di aula untuk melihat hasilnya dan aku mendapatkan kelas BSQ (Bimbingan Studi Qur’an) di kelas A8 dan kelas SII (Studi Islam Intensif) di kelas E, yang otomatis harus berpisah dengan teman-teman sebelumnya. Setelah melihat hasil dan melihat kelas, aku dan kelompok maperaba berkumpul kembali walau hanya sekedar makan siang bersama.

Minggu keempat, aku harus menyesuaikan diri dengan teman-teman baru. Pagi itu, pertama kalinya aku memasuki kelas BSQ (Bimbingan Studi Qur’an). Asing tentu saja, tak ada yang aku kenal, hanya satu teman kelompok maperaba yang sekelas. Aku dan Mineh tak sekelas. Dia tergabung di kelas A5. Semua yang aku jalani tak instan, semuanya butuh proses, yang mengatakan berhijrah tak ada halangan dan ujian, itu salah besar. Apalagi aku yang masih terlalu dini dalam bidang agama, bacaan Al qur’an masih dapat dikatakan belum baik. Aku merasa tak sendirian sekarang dan aku merasa memiliki keluarga baru lagi di kelas BSQ (Bimbingan Studi Qur’an). Mereka semua mau membantu saat ada yang mengalami kesulitan membaca Al qur’an.

resty-3

Kemudian aku melanjutkan ke kelas SII (Studi Islam Intensif), kelas baru dan teman-teman baru lagi. Kali ini aku tak sendirian karena satu kelas dengan Mineh. Kami harus menyesuaikan diri. Saat itu untuk pertama kalinya aku dan Mineh memasuki kelas SII (Studi Islam Intensif), kami duduk di bangku barisan nomor tiga dari papan tulis. Di sini juga aku sekelas dengan satu teman grup saat maperaba. Hari itu untuk pertama kalinya, aku belajar tentang ilmu pengetahuan agama yang diajarkan dari dasar sekali. Kami mendengarkan sebuah tausiyah di dalam kelas yang terdapat dua kakak pemandu yang akan membantu kami selama pelajaran SII (Studi Islam Intensif) berlangsung di YISC Al Azhar.

Hari pertama di kelas itu, kami hanya melakukan kegiatan yang ringan saja, seperti kami saling memperkenalkan diri. Aku terkejut, ternyata yang mengikuti YISC Al Azhar dari daerah rumah tak hanya aku dan Mineh saja tetapi banyak.
Aku seperti memiliki keluarga besar kedua, tidak hanya saat maperaba saja tetapi di kelas BSQ (Bimbingan Studi Qur’an) dan di kelas SII (Studi Islam Intensif). Aku memiliki keluarga baru. Hari itu, aku menjalani semuanya dengan rasa syukur dan bahagia yang luar biasa.

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (Q.S. Al imran : 103)
***

resty-4

Comments (1)

alhamdulilah ya ukh resti,, tulisannya berhasil lolos editing ^^ yeyelala, ada yang kurang nih ga cantumin alamat blog kamu fufufu.

Leave a comment