Oleh : Fendi Rohmawan Angkatan Robbani
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa”.
Ayat ini mencantumkan kata “atas orang sebelum kalian”, artinya orang-orang terdahulu juga telah melakukan ibadah puasa. Di antaranya adalah umat Nabi Musa dan Nabi Isa. Bahkan Ibnu An Nadim dalam buku Al Farasat menyatakan bahwa puasa telah dilakukan oleh penyembah bintang di masa dahulu kala.
Fakta sejarah lainnya misalnya, bila kita mencermati hari-hari penting dalam Islam, kita akan menemukan temuan yang luar biasa. Misalnya pada tanggal 10 Muharram, hari yang lazim disebut hari Asyura. Pada hari inilah Nabi Adam AS diciptakan. Kemudian berlabuhnya bahtera Nabi Nuh AS, diangkatnya Nabi Idris AS ke surga, dikeluarkannya Nabi Yunus AS dari perut ikan paus, serta selamatnya Nabi Ibrahim AS dari api Raja Namrud, dan kisah masyhur Nabi Isa AS yang diangkat ke surga setelah adanya percobaan penyaliban oleh tentara Romawi yang menyebabkan kaum musyrik menuhankannya. Pada hari ini pula disunnahkan berpuasa sebagaimana hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Rasulullah SAW bersabda:
“Seutama-utama puasa setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Muharram dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardlu adalah shalat malam.” (HR. Muslim No.1163).
Mengapa Islam begitu menghargai sejarah? Mengapa Islam mengajarkan kita untuk mempelajari sejarah? Tentu saja ada rahasia dan hikmah di balik hal ini. Makna aplikatif yang bisa dirasakan adalah dengan memahami sejarah kita akan memahami masalah lebih mendalam, memahami mengapa hukum itu diberlakukan, dan menjadikan kita memiliki cakrawala yang luas dalam beribadah dan bermuamalah.
Selain hari, Islam juga memiliki bulan-bulan bersejarah. Salah satu yang menarik dikupas adalah bulan Rabiul Awwal. Bulan ini begitu bermakna dalam sejarah Islam. Pada bulan ini ada tiga peristiwa besar yang membawa perubahan, arah baru, dan cara pandang mutakhir manusia dalam memandang Sang Pencipta, sesama manusia dan alam semesta. Tiga peristiwa itu adalah lahirnya Nabi Muhammad SAW, hijrahnya beliau yang menjadi tonggak Daulah Islamiyah, serta wafatnya sang Khotamul Anbiya.
Rasulullah SAW menandai berdirinya Khilafah Islamiyah Rasyidah.
Nabi Muhammad SAW merupakan manusia luar biasa, yang sampai saat ini, kisahnya tak habis dikupas, tak habis ditulis, dan tak lekang diceritakan. Hal yang sangat patut dicontoh adalah bagaimana beliau bersikap sangat santun, pemaaf, dan sabar dalam berdakwah.
Ada sebuah riwayat ketika Nabi berdakwah ke Thaif, beliau tidak mendapat apa-apa melainkan hinaan dan pengusiran yang teramat keji. Lantas Rasulullah meninggalkan Thaif karena menyadari usaha dakwahnya tidak berhasil. Namun penduduk Thaif tidak membiarkan Rasulullah keluar begitu saja. Mereka terus melempari Rasulullah dengan batu hingga berlumuran darah dan mengejeknya dengan bahasa yang sangat kasar.
Saat perjalanan pulang, Rasulullah SAW berlindung di tempat yang aman dan berdoa dengan kalimat yang sangat mengharukan dan menyayat hati. Karena doa tersebut, Allah SWT mengutus malaikat Jibril untuk menemui Rasulullah. Ketika Jibril AS tiba di hadapan Nabi, ia berkata: “Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk mentaati perintahmu”, sambil memperlihatkan para malaikat tersebut kepada Rasulullah SAW. Kata malaikat itu, “Wahai Rasulullah, kami siap untuk menjalankan perintah Tuan. Jika Tuan mau, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertindih. Atau hukuman apa saja yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.” Mendengar tawaran itu, Rasulullah berkata “Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”
Kemudian ketika Mekkah berhasil ditaklukan, Rasulullah berkata kepada orang-orang yang pernah berbuat jahat kepadanya, “Bagaimana menurut kalian, apakah yang akan kulakukan kepadamu?”. Mereka menangis dan berkata, “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia.” Nabi SAW bersabda, “Pergilah kalian, kalian adalah orang yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.”
(HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i).
Begitulah cara Rasulullah berdakwah. Beliau sangat sabar, bahkan dalam keadaan tersiksa dan menderita sekalipun. Namun, jika kita lihat generasi saat ini rasa-rasanya begitu jauh dengan beliau. Bukan hanya jauh dari segi jarak dan waktu, melainkan juga jauh dari apa yang dicontohkan beliau. Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan kita tentang sosok Rasulullah SAW. Pada mayoritas lembaga pendidikan, anak-anak kita dicekoki dengan tokoh-tokoh dari Barat. Pada beragam media, mereka dicekoki dengan superhero yang jauh dari nafas Islam. Sepertinya semua sepakat, secara perlahan, menjauhkan nilai-nilai keteladanan perilaku Rasulullah dari kalbu generasi penerus bangsa.
Pada abad ke-8, masa kejayaan Islam, saat Daulah Umayyah memimpin, banyak bibit perpecahan, keadaan politik yang tidak stabil, dan pertentangan di dalam negeri sehingga nilai-nilai yang diajarkan Rasulullah mulai luntur di kalangan pemuda. Maka khalifah saat itu melakukan peringatan Maulid Nabi, peringatan yang di masa sebelumnya belum pernah dilakukan, baik oleh Rasulullah maupun para shahabat dan khalifah setelahnya. Peringatan ini tidak bertujuan untuk berpesta, tetapi menggalakkan kembali kecintaan kepada Rasulullah dengan menggalakkan kembali nilai-nilai kehidupan yang Rasulullah ajarkan.
Pada masa sekarang ini, tak jauh berbeda dengan masa itu. Peradaban manusia telah sedemikian maju dan sumber ilmu dengan mudah didapatkan di manapun. Namun mengapa sosok Rasulullah terasa jauh? Kita seperti tidak pernah mengenalnya. Tentu saja, hal ini terjadi karena kita kurang mengenal dan memahami makna kehadiran dan pengutusan Rasulullah ke dunia ini. Kita tidak melaksanakan dengan sepenuhnya apa yang beliau amanahkan dan masih saja menjalankan apa yang beliau larang.
Padahal bukti cinta adalah melaksanakan apa yang disampaikan sang kekasih, seperti termaktub dalam Al Qur’an surat Al Anfaal ayat 24.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul, apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
Bulan Robiul Awwal adalah momentum yang tepat agar kita dapat kembali mengenal sang kekasih yang senantiasa kita rindukan, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Mengenal dan mendalami kembali ajaran yang beliau bawa dengan cara menginstropeksi diri. Apa yang telah kita lakukan sebagai bukti cinta kepada yang dicinta, yang senantiasa kita tunggu syafa’atnya di yaumilakhir nanti.
Semoga kita semua termasuk orang yang beruntung itu.
Selasa 09/08/2015