Oleh : Fendi Rohmawan – Angkatan Rabbani.
Manusia merupakan ciptaan Allah yang sempurna. Kita dilengkapi dengan piranti maha canggih dan futuristic berkualitas super yang belum bisa ditiru tekhnologi manapun saat ini. Dari segi hardware, kita tiada bandingannya dengan makhluk lain. Mata misalkan, kedua mata kita dapat membedakan 250 jenis warna, tidak peduli sesedikit apapun perbedaannya. Warna yang beraneka ragam ini ditangkap oleh sel kerucut pada retina. Sel kerucut terbagi atas sel kerucut merah, hijau dan biru. Ketiga warna itu saling menyatu dan membentuk beberapa warna baru. Didunia ini, makhluk hidup yang bisa mengenali warna hanya manusia dan monyet. Anjing dan sapi hanya bias mengenali warna hitam dan putih.
Contoh lain kedahsyatan manusia, adalah kita dilengkapi oleh indera pembau yang sensitif. Berdasarkan hasil penelitian Richard Axel, seorang ilmuan dari Columbia University, dewasa ini manusia mampu membedakan hingga 10.000 jenis bau berbeda. Setiap bau dideteksi oleh 1.200 reseptor yang terbagi atas 400 jenis reseptor. Dan indahnya lagi, kita bahkan bisa memberikan respon dari bau-bau tersebut secara detail, maka tak ayal ada koki yang mampu membedakan bumbu suatu masakan hanya dengan mencium bau masakannya. Superb…
Selain hardware, manusia dibekali dengan software yaitu “akal” sehingga manusia bisa berkembang, manusia bias menemukan hal baru, menemukan tekhnologi dan manusia bisa beradaptasi dengan lingkungan untuk membangun peradaban maju hingga sampai sekarang ini.
Kesempurnaan manusia telah Allah SWT sampaikan sendiri dalam firman-Nya, yaitu dalam surat At Tiin ayat 4 :
Artinya : “sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Begitu dahsyatnya Allah menciptakan manusia sebagai ciptaan-Nya yang begitu sempurna, namun kita sering lupa akan nikmat yang telah diberikan-Nya. Kita melupakan hal yang paling asasi, mengenal dan mencintai Allah. Pondasi utama dari sebuah tugas besar dan tujuan penciptaan, beribadah kepada-Nya. Berbakti, mengabdi, pasrah, menyerah sepenuhnya. Yang keberadaannyalah esensi dari keberhasilan dan rasa kenikmatan. Dan kehilangannya meniscayakan kegagalan dan hampa akan semua yang bias dirasakan.
Allah SWT telah mengancam orang-orang yang tidak mau besyukur dengan balasan yang pedih, yaitu mengembalikan mereka ketempat yang serendah-rendahnya tempat dalam surat At Tin ayat 5.
Artinya : “Kemudian Kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya (neraka)”.
Ada yang menarik, kenapa tempat terendah itu disebut sebagai “asfal”. Dalam bahasa Arab kata “sulfa”, “asfala” menunjukkan ketempat yang rendah, atau dibawah, mungkin ada yang mengatakan “othak athik gathok” atau “utak-atik kemudian dihubungkan”, namun dari segi kimia hal ini sangat menarik untuk dikaji.
Aspal atau Asphalt yang asal katanya dari bahasa arab “asfal” dalam bahasa kimia merupakan salah satu senyawa hidrokarbon yang dihasilkan dari pengolahan minyak bumi. Aspal merupakan senyawa hidrokarbon, artinya sebagian penyusun utamanya adalah karbon dan hidrogen. Apa pula hubungannya ini dengan manusia?
Manusia merupakan organisme yang disusun dari atas sel-sel, dan sel-sel tersebut jika diselidiki, maka susunan utamanya air, karena sebagian besar sel plasma adalah air. Kemudian penyusun dominan lain adalah senyawa karbohidrat, lemak dan protein. Dan ketiga jenis senyawa tersebut merupakan senyawa organic yang disusun atas rantai karbon. Sebagai bukti bahwa manusia disusun atas karbon, maka jika manusia terbakar dalam api, maka yang tersisa hanyalah arang, arang yang hitam legam.
Karbon yang secara lazim disebut sebagai arang, adalah konotasi dari sesuatu yang kotor, bahan sisa pembakaran yang berwarna hitam legam dan tak berharga. Karbon juga banyak ditemukan dalam tanah yang dikenal sebagai zathara yang berguna bagi tanaman. Dan fakta ini membuktikan bahwa manusia dibuat dari sari pati tanah. Subhanallah, Al Qur’an telah menceritakan hal ini dalam surat Al Mukminun ayat 12 :
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah”.
Kawan, kita sering membanggakan tubuh kita yang bagus, ganteng atau cantik. Tak sadarkah kita, bahwa tubuh ini tak lebih hanya sebongkah arang yang hitam legam dan kotor. Dengan kekuasaan Allahlah kita menjadi seperti sekarang ini, sempurna. Namun dengan nikmat kesempurnaan tersebut kita lupa. Kita gunakan semua nikmat itu untuk memburu dunia. Kita menjadi manusia yang takut kehilangan, hingga kita menjadi rakus dan buas atas dunia. Semua harus diberangus, semua harus dilibas dan siapapun yang menghalangi kita harus dimusnahkan. Bukankah semua itu tidak sesuai dengan tatanan syariat dari Yang Maha Membuat, Yang Maha Menjadikan?
Maka Allah secara tegas dalam surat At Tin diatas, barangsiapa yang kufur akan nikmat-Nya maka Allah akan mengembalikan kita ketempat yang serendah-rendahnya, mengembalikan kita ke keadaan hina kita. Mengembalikan kita ke keadaan dari apa kita diciptakan. Keadaan hina sebelum Allah memuliakan kita, keadaan sebelum Allah menyempurnakan kita. Karena kita sebenarnya memang tak bisa apa-apa, tak memiliki daya dan kuasa barang sekecil apapun.
Kebenaran hanya milik Allah semata.