“Kita tidak tahu apa urusan manusia sama Allah. Masing-masing punya rahasia sama Allah. Punya sesuatu kebaikan yang barangkali tidak ada manusia lain yang tahu. Bisa jadi sebab kebaikan itu antara dia sama Allah, bisa menyebabkan terampuni semua dosanya.” (Syaikh Ali Jaber Allahu yarham)
Banyak dari kita tentunya pernah mendengar kisah tentang seorang pemuda yang namanya begitu tenar di langit, mengharum sampai menjadi perbincangan malaikat, hingga menjadi pembicaraan para sahabat. Bahkan, Rasulullah ﷺ secara spesifik pernah menyebutkan namanya di depan salah satu sahabat terbaik, yakni Umar bin Khattab RA. Uwais, demikian Rasulullah menyebut nama pemuda tadi. Pemuda yang bahkan dianjurkan oleh Rasulullah untuk memintakan ampun kepada Allah bagi para sahabat. Belum terbayang ketika itu, siapa Uwais dan apa keistimewaannya hingga Rasulullah begitu menyanjungnya sebagai tabi’in terbaik.
Singkat cerita, tibalah saat Uwais mengantarkan sang ibu berhaji ke baitullah. Berbekal wasiat sang Rasulullah, Umar dan Ali langsung menyambangi rombongan dari Yaman untuk mencari sosok pemuda langit tadi, hingga segala ciri yang disebut Umar dan Ali ada pada sosok Uwais, seketika itu pula Umar dan Ali meminta Uwais agar memohonkan ampunan bagi keduanya kepada Allah. Sungguh, jikalau tidak ada kemuliaan pada diri Uwais, sulit dibayangkan dua sahabat terbaik meminta untuk dimohonkan ampunan kepadanya.
Jika ditilik ke belakang, Uwais dikisahkan hanyalah seorang pemuda yang tidak bisa dibilang kaya. Ia hanya memiliki seorang ibu yang ia rawat sedemikian asihnya. Uwais juga dikisahkan menjadi bahan ejekan warga sekitar karena bolak-balik menggendong kambing yang ia beli. Naik turun gunung berbulan-bulan. Uwais sudah gila, jika waras tentunya tidak mungkin dia memanggul kambing naik turun gunung. Padahal, ketika itu, Uwais hanya mencoba berlatih menguatkan punggung dan pundaknya agar dapat memboyong sang ibunda berhaji ke baitullah. Uwais sadar, dia tidak cukup punya uang untuk membeli kendaraan sebagai sarana sang ibu memenuhi rukun Islam kelima. Tak habis akal, Uwais menguatkan sendiri tubuhnya untuk kemudian menjadikan dirinya kendaraan sang ibu berhaji. Yaman ke Mekkah, bukanlah jarak yang dekat. Namun, apalah artinya pengorbanan itu dibanding sembilan bulan dalam kandungan ibunda.
Sungguh tidak ada yang istimewa dalam diri Uwais jika disejajarkan dengan Umar dan Ali. Umar sebagaimana kita tahu adalah salah seorang sahabat Rasulullah. Bahkan, Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa jika ada nabi setelahnya, maka orang tersebut adalah Umar. Ali adalah keturunan Quraisy dari kabilah Bani Hasyim, kabilah terpandang di kalangan bangsa Arab ketika itu. Termasuk kepada satu dari yang pertama masuk Islam, Ali juga merupakan menantu Rasulullah ﷺ. Namun, ketaatan Uwais kepada ibunda membuat namanya harum dalam keheningan dunia.
Uwais mungkin tidaklah memiliki kekayaan, tetapi Uwais memiliki ketaatan. Uwais bisa saja tidak memiliki pangkat jabatan, tetapi Uwais sangat istiqomah menjalankan amal kebaikan. Uwais bukanlah keturunan bangsawan, tetapi doa Uwais mampu melesat kepada Rabbnya tanpa hambatan. Uwais memang tidak mendapatkan segala ketenaran dunia, tetapi cukuplah ridha dari ibunda yang menjadi pembuka ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Uwais yang bukan siapa-siapa di mata penduduk dunia adalah makhluk istimewa dengan nama yang mengharum di kalangan penduduk langit atas sana.
Dengan segala hikmah dari kisah Uwais di atas, cukuplah bagi kita sebuah pelajaran. Bahwa mungkin saja ada banyak “Uwais-Uwais” lain di kolong langit ini. Manusia-manusia yang dengan segala keistiqomahannya membuat doanya tiada berhijab dengan Rabb-nya. Membuat kita semestinya selalu terpacu untuk berbuat amal kebaikan dengan siapa saja, kapan saja, tanpa memandang rupa juga kasta. Karena sekali lagi, tidaklah kita tahu siapa di antara kita yang doanya lebih mudah dikabulkan oleh Allah. Bisa saja mereka yang di mata manusia dipandang aneh, bahkan gila seperti halnya Uwais, menyembunyikan amalan yang sangat mulia antara dia dan Rabbnya.
Sebagai penutup, janganlah kita lelah menebar kebaikan, jangan pernah jua ragu tuk saling mendoakan. Jangan pernah memandang orang lain buruk karena bisa saja ada kebaikan yang dia sembunyikan. Juga jangan pandang diri kita lebih baik karena sejatinya kita hanyalah hamba yang sedang ditutupi aibnya. Ingat, kita semua punya rahasia. Sadarkah kita? Bahwa siapa sesungguhnya diri kita muncul justru ketika “tidak ada siapa-siapa?”
================
Penulis: Mas Tiin (An amateur socio-observer) Depok, Januari 2021
Editor: Nafilatul Falah (Yahfazhka)
Tim Jurnalistik – Humas YISC Al Azhar 2020–2021
Yuk, bagi teman-teman civitas YISC atau umum yang ingin berdakwah lewat tulisan, jangan sungkan untuk mengirim tulisan ya!
Untuk panduan penulisan bisa klik di sini
CP untuk bertanya lebih lanjut: 08999391960 (WA Chat Only)